Jumat, 13 Desember 2013

◦♥◦ Baku Mutu LH ◦♥◦

Baku mutu lingkungan hidup adalah ukuran batas atau kadar makhluk hidup, zat, energi, atau komponen yang ada atau harus ada dan/atau unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam suatu sumber daya tertentu sebagai unsur lingkungan hidup.
(UU RI No.32/2009 tentang PPLH)

Menurut pengertian secara pokok, baku mutu adalah peraturan pemerintah yang harus dilaksanakan yang berisi spesifikasi dari jumlah bahan pencemar yang boleh dibuang atau jumlah kandungan yang boleh berada dalam media ambien.

Pada UU RI No.32/2009 pasal 20 ayat (1) dijelaskan bahwa "Penentuan terjadinya pencemaran lingkungan hidup diukur melalui baku mutu lingkungan hidup".

Secara objektif, baku mutu merupakan sasaran ke arah mana suatu pengelolaan lingkungan ditujukan.

Dijelaskan pada UU RI No.32/2009 pasal 20 ayat (2),
Baku mutu lingkungan hidup meliputi:
a. baku mutu air;
b. baku mutu air limbah;
c. baku mutu air laut;
d. baku mutu udara ambien;
e. baku mutu emisi;
f. baku mutu gangguan; dan
g. baku mutu lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Dan pada UU RI No.32/2009 pasal 20 ayat (3) menjelaskan;
Setiap orang diperbolehkan untuk membuang limbah ke media lingkungan hidup dengan persyaratan:
a.memenuhi baku mutu lingkungan hidup; dan
b.mendapat izin dari Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

Kriteria baku mutu adalah kompilasi atau hasil dari suatu pengolahan data ilmiah yang akan digunakan untuk menentukan apakah suatu kualitas air atau udara yang ada dapat digunakan sesuai objektif penggunaan tertentu.

"Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah)"

Ketentuan tersebut diatur pada Pasal 98 ayat (1) Undang -Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Dan apabila perbuatan tersebut mengakibatkan orang luka dan/atau bahaya kesehatan manusia, diancam dipidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 4.000.000.000,00 (empat miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 12.000.000.000,00 (dua belas miliar rupiah).

Akan lebih berat lagi apabila perbuatan tersebut diatas mengakibatkan orang luka berat atau mati, diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling sedikit Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 15.000.000.000,00 (lima belas miliar rupiah).
 
Untuk baku mutu air limbah, baku mutu emisi, baku mutu gangguan diatur pada pasal 100 ayat (1) dengan ancaman yang lebih ringan, maksimal pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah), tanpa menyebutkan ancaman minimal, dan bahkan jika dilihat pada pasal berikutnya dinyatakan bahwa "Tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dikenakan apabila sanksi administratif yang telah dijatuhkan tidak dipatuhi atau pelanggaran dilakukan lebih dari satu kali".

Untuk untuk itu ada baiknya dicermati sekali lagi ketentuan tentang Baku Mutu Lingkungan Hidup.

Kamis, 12 Desember 2013

◦♥◦ Penapisan (screening) AMDAL ◦♥◦

Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak.

Penapisan bertujuan untuk memilih rencana pembangunan mana yang harus dilengkapi dengan analisis mengenai dampak lingkungan. Langkah ini sangat penting bagi pemrakarsa untuk dapat mengetahui sedini mungkin apakah proyeknya akan terkena AMDAL. Hal ini berkenaan dengan perencanaan biaya dan waktu.
Seperti yang terdapat pada pasal 16 undang-undang No. 4 tahun 1982, hanya rencana proyek yang diprakirakan akan mempunyai dampak penting terhadap lingkungan saja yang diwajibkan untuk dilengkapi dengan AMDAL. Dengan penapisan ini diharapkan kepedulian kita terhadap lingkungan tidak akan mengakibatkan bertambahnya waktu, tenaga dan biaya yang berlebihan yang diperlukan untuk pembangunan.
Dalam garis besarnya, metode penapisan dapat dibagi dalam dua kelompok, yaitu metode bertahap dan metode satu langkah.

1. Metode penapisan bertahap
 
Dalam metode ini penapisan dilakukan secara bertahap dalam beberapa langkah secara berurutan. Penapisan menurut PP 29 tahun 1986, terdiri atas 2 langkah.
Pertama dengan daftar dan kedua dengan PIL. Pada umumnya penapisan hanya terdiri atas 2 atau 3 langkah saja. Dalam melakukan tugasnya, pejabat yang berwenang menapis berdasarkan kriteria yang eksplisit atau implicit dan memasukkan usulan proyek ke dalam salah satu dari tiga kelompok, seperti pada bagan berikut :


2. Metode penapisan satu langkah
 
Penapisan dapat didasarkan pada kriteria eksplisit yang berupa daftar yang memuat jenis proyek yang tanpa keraguan akan menyebabkan dampak penting. Oleh karena dampak tidak saja ditentukan oleh jenisnya proyek, melainkan juga oleh sifat lingkungan, daftar tersebut dilengkapi dengan bagian yang memuat lingkungan yang rentan. Proyek dalam daftar ini atau proyek yang berlokasi dalam daerah rentan diharuskan melakukan AMDAL.
Metode penapisan satu langkah ini adalah metode penapisan yang digunakan oleh Indonesia. Metode dengan daftar positif sangat sederhana. Pemerintah membuat daftar proyek yang harus dikenakan AMDAL. Daftar ini digunakan sebagai kriteria penapisan, yang ada dalam daftar harus membuat AMDAL dan yang tidak ada dalam daftar tidak perlu membuat AMDAL. Karena metode ini sederhana dan mudah, maka hasilnya dapat dicapai dengan cepat dan konsisten.
Metode penapisan satu langkah ini memerlukan birokrasi yang pendek. Jumlah tenaga yang diperlukan dapat dibatasi, persyaratan tingkat pendidikan dan pengalaman juga tidak tinggi. Ini sangat penting untuk Indonesia, terutama di daerah. Metode ini tidak menambah ekonomi biaya tinggi.

Jumat, 06 Desember 2013

Bedah Permen LH No.5 Tahun 2012

Bedah Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 05 Tahun 2012
Tentang
Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup.


Peraturan Menteri ini terdiri dari:

1. Batang Tubuh yang terdiri dari 7 Pasal
   * Pasal 1 : Ketentuan Umum
Menjelaskan apa yang dimaksud dengan AMDAL, Usaha dan/atau Kegiatan, Dampak Penting, UKL-UPL, dan Menteri.
Pasal 1 ayat (3) : "Dampak Penting adalah perubahan lingkungan hidup yang sangat mendasar yang diakibatkan oleh suatu Usaha dan/atau Kegiatan".
   * Pasal 2 : Penapisan
Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki Amdal. (Permen LH No.5/2012 Pasal 2 Ayat (1).
Pasal 2 ayat (3) : "Untuk menentukan suatu rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemrakarsa melakukan penapisan sesuai dengan tata cara penapisan sebagaimana tercantum dalam Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini".
   * Pasal 3 : Kawasan Lindung
(1)   Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang dilakukan:
a.    di dalam kawasan lindung; dan/atau
b. berbatasan langsung dengan kawasan lindung, wajib memiliki Amdal
(3)   Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang berbatasan langsung dengan kawasan lindung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a.  batas tapak proyek bersinggungan dengan batas kawasan lindung; dan/atau
b. dampak potensial dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan diperkirakan mempengaruhi kawasan lindung terdekat.
  * Pasal 4 : Penambahan Wajib Amdal
(1)   Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang:
a. memiliki skala/besaran lebih kecil daripada yang tercantum dalam Lampiran I; dan/atau
b. tidak  tercantum  dalam  Lampiran  I  tetapi  mempunyai dampak penting terhadap lingkungan hidup, dapat  ditetapkan  menjadi  jenis  rencana  Usaha  dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal di luar Lampiran I.
(2)   Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan:
a. Pertimbangan ilmiah mengenai daya dukung dan daya tampung lingkungan; dan
b.  tipologi ekosistem setempat diperkirakan berdampak penting terhadap lingkungan hidup.
   * Pasal 5 : "Delisting wajib Amdal"
(1)  Jenis rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal dapat ditetapkan menjadi rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang tidak wajib memiliki Amdal, apabila:
a. dampak dari rencana Usaha dan/atau Kegiatan tersebut dapat ditanggulangi berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; dan/atau
b.   berdasarkan pertimbangan ilmiah, ,tidak menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup.
Pasal 5 ayat (4) : "Jenis rencana usaha dan/atau kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai jenis rencana usaha dan/atau kegiatan yang wajib memiliki UKL-UPL atau surat pernyataan kesanggupan pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup".  
   * Pasal 6 : Pencabutan PermenLH No. 11 Tahun 2006
Pasal 6 menjelaskan bahwa: "Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 tahun 2006 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi dengan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
   * Pasal 7 : Masa Berlaku Permen ini

2. Lampiran I : Daftar Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Amdal

3. Lampiran II : Bagan Alir Tata Cara Penapisan untuk Menentukan Wajib Tidaknya Suatu Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Dilengkapi dengan Amdal

4. Lampiran III : Daftar Kawasan Lindung

5. Lampiran IV : Kriteria Penapisan

6. Lampiran V : Ringkasan informasi awal Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang akan dilakukan Penapisan



Untuk lebih jelas >> Permen LH No.05/2012

Kamis, 05 Desember 2013

Izin Lingkungan

Pada PP No.27 Tahun 1999 tentang AMDAL yang kemudian dipertegas oleh PP No.27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan.

Izin lingkungan adalah izin yang diberikan kepada setiap orang yang melakukan Usaha dan/atau Kegiatan yang Amdal atau UKL-UPL dalam rangka perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup sebagai prasyarat memperoleh izin Usahan dan/atau Kegiatan.

Setiap Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib memiliki Amdal atau UKL-UPL wajib memiliki Izin Lingkungan. (PP No.27/2012 Pasal 2 Ayat (1))

Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh melalui tahapan kegiatan yang meliputi:
a. penyusunan Amdal dan UKL-UPL;
b. penilaian Amdal dan pemeriksaan UKL-UPL; dan
c. permohonan dan penerbitan Izin Lingkungan. (PP No.27/2012 Pasal 2 Ayat (2))

Permohonan Izin Lingkungan diajukan secara tertulis oleh penanggungjawab Usaha dan/atau Kegiatan selaku Pemrakarsa kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya. (PP No.27/2012 Pasal 42 Ayat (1))

Selanjutnya pada PP No.27/2012 Pasal 42 Ayat (2) menjelaskan bahwa "Permohonan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan bersamaan dengan pengajuan penilaian Andal dan RKL-RPL atau pemeriksaan UKL-UPL".

Pada PP No.27/2012 Pasal 43 berbunyi "Permohonan izin lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 42 ayat (1), harus dilengkapi dengan:
a. dokumen Amdal atau formulir UKL-UPL
b. dokumen pendirian Usaha dan/atau Kegiatan; dan
c. profil usaha dan/atau Kegiatan.

Setelah menerima permohonan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43, Menteri, gubernur, atau bupati/walikota wajib mengumumkan permohonan Izin Lingkungan. (PP No.27/2012 Pasal 44)

Pada PP No.27/2012 Pasal 49 Ayat (1) berisi "Izin Lingkungan yang telah diterbitkanoleh Menteri, gubernur, bupati/walikota wajib diumumkan melalui media massa dan/atau multimedia.

Pengumuman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu 5 (lima) hari kerja sejak diterbitkan (PP No.27/2012 Pasal 49 Ayat (2)).

Pada PP No.27/2012 Pasal 47 dijelaskan bahwa;

(1) Izin Lingkungan diterbitkan oleh:
a. Menteri, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh Menteri;
b. gubernur, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh gubernur; dan
c. bupati/walikota, untuk Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL yang diterbitkan oleh bupati/walikota.

(2) Izin lingkungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota:
a. setelah dilakukannya pengumuman permohonan Izin Lingkungan sebagaimana dimaksud dalam pasal 44; dan
b. dilakukan bersamaan dengan diterbitkannya Keputusan Kelayakan Lingkungan Hidup atau Rekomendasi UKL-UPL.


Kewajiban Pemegang Izin Lingkungan di jelaskan pada PP No.27/2012 Pasal 53.

(1) Pemegang Izin Lingkungan berkewajiban:
a. menaati persyaratan dan kewajiban yang dimuat dalam izin lingkungan dan izin perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup;
b. membuat dan menyampaikan laporan pelaksanaan terhadap persyaratan dan kewajiban dalam izin lingkungan kepada Menteri, gubernur, atau bupati/walikota; dan
c. menyediakan dana penjaminan untuk pemulihan fungsi lingkungan hidup sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(2) Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan secara berkala setiap 6 (enam) bulan.

Pada PP No.27/2012 Pasal 71 dijelaskan mengenai sanksi administratif.

(1) Pemegang Izin Lingkungan yang melanggar ketentuan sebagaimana dalam Pasal 53 dikenakan sanksi administratif yang meliputi:
a. teguran tertulis;
b. paksaan pemerintah;
c. pembekuan Izin Lingkungan; atau
d. pencabutan izin Lingkungan

(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan oleh Menteri, gubernur, atau bupati/walikota sesuai dengan kewenangannya.

UKL - UPL

Sebelumnya telah dibahas mengenai apa itu AMDAL, Environmental Impact Assessment, KLHS, komponen penyusun AMDAL, dan prosedur AMDAL.
Kini saya akan membahas tetang, apa yang dimaksud dengan UKL - UPL.
  • UKL (Upaya Pengelolaan Lingkungan Hidup)
  • UPL (Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup)
Upaya pengelolaan lingkungan hidup dan upaya pemantauan lingkungan hidup, yang selanjutnya disebut UKL-UPL, adalah pengelolaan dan pemantauan terhadap usaha dan/atau kegiatan yang tidak berdampak penting terhadap lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. (UU RI No.32 Tahun 2009 Pasal 1)

Setiap usaha dan/atau kegiatan yang tidak termasuk dalam kriteria wajib amdal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) wajib memiliki UKL-UPL. (UU RI No.32 Tahun 2009 Pasal 34 ayat (1))

Rabu, 04 Desember 2013

Prosedur AMDAL

Prosedur AMDAL terdiri dari:

1. Proses penapisan (screening) wajib AMDAL
Proses penapisan atau kerap juga disebut proses seleksi wajib AMDAL adalah proses untuk menentukan apakah suatu rencana kegiatan wajib menyusun AMDAL atau tidak. Di Indonesia, proses penapisan dilakukan dengan sistem penapisan satu langkah. Ketentuan apakah suatu rencana kegiatan perlu menyusun dokumen AMDAL atau tidak dapat dilihat pada Keputusan Menteri Negara LH Nomor 17 Tahun 2001 tentang Jenis Rencana Usaha dan/atau Kegiatan yang Wajib dilengkapi dengan AMDAL.

Yang menjadi pertimbangan dalam penapisan adalah mengacu pada dasar pertimbangan suatu kegiatan menjadi wajib amdal dalam kep-menlh no. 17 tahun 2001 yaitu:
a. Kep-BAPEDAL Nomor 056/1994 tentang Pedoman Dampak penting yang mengulas mengenai ukuran dampak penting suatu kegiatan
b. Referensi internasional mengenai kegiatan wajib AMDAL yang diterapkan oleh beberapa Negara
c. Ketidakpastian kemampuan teknologi yang tersedia untuk menanggulangi dampak negatif penting
d. Beberapa studi yang dilakukan oleh perguruan tinggi dalam kaitannya dengan kegiatan wajib AMDAL
e. Masukan dan usulan dari berbagai sektor teknis terkait

2. Proses pengumuman
Setiap rencana kegiatan yang diwajibkan untuk membuat AMDAL wajib mengumumkan rencana kegiatannya kepada masyarakat sebelum pemrakarsa melakukan penyusunan AMDAL. Pengumuman dilakukan oleh instansi yang bertanggung jawab dan pemrakarsa kegiatan. Tata cara dan bentuk pengumuman serta tata cara penyampaian saran, pendapat dan tanggapan diatur dalam Keputusan Kepala BAPEDAL Nomor 08/2000 tentang Keterlibatan Masyarakat dan Keterbukaan Informasi dalam Proses AMDAL.

3. Proses pelingkupan (scoping)
Pelingkupan merupakan suatu proses awal (dini) untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi dampak penting (hipotetis) yang terkait dengan rencana kegiatan. Tujuan pelingkupan adalah untuk menetapkan batas wilayah studi, mengidentifikasi dampak penting terhadap lingkungan, menetapkan tingkat kedalaman studi, menetapkan lingkup studi, menelaah kegiatan lain yang terkait dengan rencana kegiatan yang dikaji. Hasil akhir dari proses pelingkupan adalah dokumen KA-ANDAL. Saran dan masukan masyarakat harus menjadi bahan pertimbangan dalam proses pelingkupan.

4. Penyusunan dan penilaian KA-ANDAL
Setelah KA-ANDAL selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian KA-ANDAL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

5. Penyusunan dan penilaian ANDAL, RKL, dan RPL
Penyusunan ANDAL, RKL, dan RPL dilakukan dengan mengacu pada KA-ANDAL yang telah disepakati (hasil penilaian Komisi AMDAL). Setelah selesai disusun, pemrakarsa dapat mengajukan dokumen kepada Komisi Penilai AMDAL untuk dinilai. Berdasarkan peraturan, lama waktu maksimal penilaian ANDAL, RKL dan RPL adalah 75 hari di luar waktu yang dibutuhkan penyusun untuk memperbaiki/menyempurnakan kembali dokumennya.

6. Persetujuan Kelayakan Lingkungan

Komponen AMDAL

Komponen AMDAL terdiri dari

1. KA (Kerangka Acuan) : Dasar pelaksanaan studi AMDAL. Kerangka acuan berisikan ruang lingkup kajian analisis mengenai dampak lingkungan hidup.
2. ANDAL (Analisis Dampak Lingkungan) : Hasil dari telaahan secara cermat, matang dan mendalam dari dampak penting suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. 
3. RKL (Rencana Pengelolaan Lingkungan) : Upaya penanganan dampak penting sebagai akibat dari rencana usaha dan/atau kegiatan, yang ditunjukkan untuk mengurangi dampak negatif dan meningkatkan dampak postif lingkungan hidup. 
4. RPL (Rencana Pemantauan Lingkungan) : Upaya pemantauan komponen lingkungan hidup yang terkena dampak penting serta digunakan untuk melihat kinerja pengelolaan yang dilakukan.

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS)

Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) adalah rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana dan/atau program (definisi KLHS dalam RUU Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup).

Secara prinsip sebenarnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.



Siapa yang melakukan KLHS?


KLHS dilaksanakan/ dilakukan oleh pemerintah dan pemerintah daerah, karena pada prinsipnya KLHS adalah suatu self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.


Mengapa perlu KLHS?
 
KLHS diperlukan sebagai sebuah instrument/tools dalam rangka self assessment untuk melihat sejauh mana Kebijakan, Rencana dan/atau Program (KRP) yang diusulkan oleh pemerintah dan/atau pemerintah daerah telah mempertimbangkan prinsip pembangunan berkelanjutan. Dengan KLHS ini pula diharapkan KRP yang dihasilkan dan ditetapkan oleh pemerintah dan pemerintah daerah menjadi lebih baik.

Bagaimana melaksanakan KLHS?


KLHS dilaksanakan dengan tahapan sebagai berikut:
  • Pengkajian pengaruh Kebijakan, Rencana, dan/atau Program terhadap kondisi lingkungan hidup di suatu wilayah;
  • Perumusan alternatif penyempurnaan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program;  dan
  • Rekomendasi perbaikan untuk pengambilan Kebijakan, Rencana, dan/atau Program yang mengintegrasikan prinsip pembangunan berkelanjutan.
    Tahapan seperti ini dilaksanakan baik untuk kegiatan perencanaan maupun evaluasi.



Apa manfaat yang diperoleh dengan melakukan KLHS?


KLHS merupakan salah satu instrumen pengelolaan lingkungan hidup yang diterapkan pada tingkat/tataran hulu. Dengan dilakukannya KLHS pada tataran hulu KRP maka potensi dihasilkannya KRP yang tidak sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan yang pada akhirnya berimplikasi pada terjadinya kerusakan lingkungan hidup dapat diantisipasi sejak dini. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa manfaat yang diperoleh dengan melakukan KLHS adalah dihasilkannya KRP yang lebih baik dan sejalan dengan prinsip-prinsip pembangunan berkelanjutan.

Environmental Impact Assessment

Environmental Impact Assessment atau di Indonesia yang diterjemahkan dengan istilah Analisa Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL) diperkenalkan pertama kali tahun 1969 oleh National Environmental Policy Act di Amerika Serikat, yang untuk selanjutnya menyebar dan digunakan oleh berbagai negara.

  • Environmental Impact Assessment (EIA) : Evaluasi menyeluruh terhadap project sebelum dilaksanakan.
  • Strategic Environmental Asessment (SEA) : Evaluasi menyeluruh terhadap usulan kebijakan/rencana/program. 
  • Health Impact Asessment : Merupakan kombinasi dari prosedur, metode & tools (Alat) dimana suatu kebijakan; program; projek dianalisis mengenai pengaruhnya terhadap kesehatan suatu populasi serta cara pendistribusian pengaruh ini di dalam populasi.
  • Risk Asessment : Spesifik membahas mengenai pengaruh paparan dari material berbahaya (Hazardous Material) serta situasi berbahaya (Hazardous Situation) terhadap kesehatan manusia. 

Apa itu AMDAL?

Analisis dampak lingkungan (di Indonesia, dikenal dengan nama AMDAL) adalah kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan di Indonesia. AMDAL ini dibuat saat perencanaan suatu proyek yang diperkirakan akan memberikan pengaruh terhadap lingkungan hidup di sekitarnya. Yang dimaksud lingkungan hidup di sini adalah aspek abiotik, biotik dan kultural. Dasar hukum AMDAL di Indonesia adalah Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang "Izin Lingkungan Hidup" yang merupakan pengganti PP 27 Tahun 1999 tentang Amdal.


Fungsi
  • Bahan bagi perencanaan pembangunan wilayah
  • Membantu proses pengambilan keputusan tentang kelayakan lingkungan hidup dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan disain rinci teknis dari rencana usaha dan/atau kegiatan
  • Memberi masukan untuk penyusunan rencana pengelolaan dan pemantauan lingkungan hidup
  • Memberi informasi bagi masyarakat atas dampak yang ditimbulkan dari suatu rencana usaha dan atau kegiatan